Rabu, 29 Februari 2012

Kumpulan motor balap

Kumpulan Motor Balap

Modif Honda Supra X 125, 2011 (Tangerang)

Honda Supra X 125, Pencetak Sejarah Honda


Wahyu Widodo tidak hanya lolos dari ganasnya siksa ‘neraka’ sirkuit Kenjeran di IndoPrix (IP) Seri IV (30/10) lalu. Tapi, mampu menapaki podium dua, sekaligus mencetak sejarah sebagai pembalap yang disokong pabrikan Honda meraih podium di balapan paling bergengsi Indonesia 2011.

“Rahasianya mengatur rasio kompresi,” bisik Akiang, pawang Honda Supra X 125 besutan Wahyu. Dalam ilmu motor bakar, rasio kompresi memegang peranan penting. Karena, di sinilah power motor diatur. Tenaga mesin mau dibikin galak atau lembut, ya memang kompresi mesin ini yang diutak-atik. Biasanya ditandai dengan angka.

Angka menyatakan perbandingan volume antara volume total silinder dengan volume ruang bakar. Isi total itu penjumlahan dari volume silinder dan volume ruang bakar. Volume silinder simbolnya V2. Sedang volume ruang bakar diberi simbol V1. Sehingga perbandingan kompresi memakai rumusan, Cr= (V1+V2)/(V1).

Nah, semakin tinggi rasio kompresi, semakin sempit V1 atau semakin besar V2, semakin tinggi pula tenaga yang dihasilkan. Artinya, semakin kecil volume ruang bakar berarti pemadatan bahan bakar–udara jadi semakin padat, sehingga ledakan pembakaran semakin besar, semakin besar pula tenaganya.

Namun tidak selamanya tenaga besar menguntungkan. Contohnya di Kenjeran kemarin, Akiang justru menurunkan kompresi. “Biasanya pakai kopresi 13,7 : 1. Tapi kemarin cukup 13,2 : 1,” tegas pria kutilang alias kurus tinggi langsing ini.

Kem dipercaya durasi 273 derajat baik untuk klep in maupun out. Komporesi 13,2 : 1, mujarab!
Kompresi turun, panas yang dihasilkan juga tidak begitu tinggi. Jadi bisa awet karena suhu Kenjeran yang saat itu terik ketika sesi balapan.

Selain itu, kompresi tinggi juga bikin tenaga galak. Motor lebih liar dan susah dijinakkan. Akibatnya, langkah masuk-keluar tikungan jadi merepotkan. Makanya, paling pas kompresi rendah.

Apalagi motor dipacu sejauh 30 lap di Kenjeran. Itu setara dengan 27 kilometer. Ditambah lagi dengan siksaan suhu udara yang mencapai 42 derajat celcius. Suhu di lintasan lebih gila lagi, 72 derajat celcius, Bro! So, kompresi rendah bikin mesin awet dari risiko mesin jebol.

Toh meski begitu, suplai bahan bakar tetap menjadi fokus perhatian berikutnya. Karena, bahan bakar, selain sebagai sumber tenaga, juga sebagai pendingin mesin. Makanya, diperlukan bahan bakar beroktan tinggi.

Kenapa harus pakai oktan tinggi? Oktan bertugas mencegah agar jangan cepat terbakar! Bukankah bensin yang mudah terbakar lebih oke? Oh no itu tidak benar. Pada waktu pembakaran telah ditentukan berdasarkan siklus atau langkah kerja mesin.

Langkah singkatnya begini, bensin disedot oleh mesin dikompresi pada langkah kompresi sekaligus dicampur dengan udara. Pada saat inilah terjadi kenaikan suhu dan tekanan bensin di dalam silinder. Suhu tersebut bisa memicu bensin terbakar dengan sendirinya alias pembakaran dini. Bahasa londonya, pre-ignition.

Makanya, untuk mencegah pre-ignition inilah ditambahkan oktan di dalam bensin. Dulu biasa disebut timbel atau PB. Makin tinggi nilai oktan, tambah hebat kemampuan mencegah pre-ignition.

Itulah mengapa Akiang tidak mentah-mentah mempercayakan pada bensol biru. Oktan bensol biru (100) dirasa masih kurang mengolah panas. Makanya harus dicampur lagi dengan bahan bakar balap alias racing fuel bermerek VP yang memiliki oktan 110.

Bukan hanya pemakaian oktan yang lebih tinggi, kandungan aditif pada VP juga diyakini lebih kaya. Bensin balap ini dioplos dengan perbandingan 1:3. 1 liter VP dipadu 3 liter avgas biru.

Selanjutnya, tinggal mengatur debit oplosan bahan bakar tadi ke mesin dengan paduan spuyer gajah. Karburator Mikuni TM 28 diisi spuyer 150/25. Semprotan bahan bakar ini dibakar pada 35 derajat sebelum piston menyentuh Titik Mati Atas (TMA) di putaran mesin 7-9 ribu rpm.

Hasilnya efektif. Tenaga Supra X 125 racikan tim Honda OEI Aries Putra Federal Oil Kawahara INK ini tidak pernah ngedrop meski sudah dipacu 30 lap.

Suhu mesin pun tidak mengkhawatikan. Dilihat pada data logger, menunjukkan angka 132 derajat celcius. Asal tahu saja, motor akan macet bila suhu mesin menyentuh 165 derajat. Padahal, motor ini meraung hingga 16 ribu rpm.

Enggak heran jika Wahyu mencetak sejarah Honda. Karena kompresi turun dan kadar timbel dalam additif. Sehingga suhu mesin lebih turun dengan panas yang tidak melonjak tinggi. Juga didukung busi tahan panas menggunakan Denso Iridium UI 27. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Klep: Sonic ukuran 28/23
CDI: Rextor
Durasi kem : 273 derajat
Lift kem: 9,3
Ban: IRC

Penulis : Ipunk | Teks Editor : Nurfil | Foto : Chandra
Honda Supra X125, 2010 (Medan)

Honda Supra X125, Arm Jupiter & Kompresi Rendah


Honda Supra X125 yang digeber abis Eko Riyanto, podium 1 kelas MP3 di Brotherhood RPM Road Race, Medan 2 minggu lalu. Katanya berkat rombakan di sasis dan mesin pada motor pembalap tim Honda Intrac itu.

Yang melakukan modifikasi frame dan dapur pacu adalah Sardin Gorad Pasaribu.Dia ahli dibalik kesuksesan Eko. Mekanik bertangan dingin ini sangat memahami karakter pembalap berusia 20 tahun ini. “Iya lembut tapi garang,” ungkapnya.

Sebenarnya, karakter Eko tidak cocok dengan Supra X125 yang bertenaga besar namun liar di soal handling. Makanya rangka bebek Honda 125 ini jadi sektor pertama yang mendapat ubahan.

Sardin yang bukan pemilik perusahaan sardencis ini, mengganti lengan ayun Supra X125 dengan kepunyaan Jupiter. Katanya karena memiliki bushing lebih besar, sehingga lebih stabil.

Juga suspensi disesuaikan. Mengikuti gaya membawa motor yang beringas serta karakter sirkuit Medan dan sekitarnya yang pendek-pendek. Dibutuhkan suspensi yang lambat rebound dan lebih stabil.

“Saya mengganti cairan oli suspensi depan dengan pelumas SAE 90 yang biasa dipakai di gardan mobil. Olinya lebih kental, pantulan balik lebih lambat,” bilang Sardin yang sebelumnya berkiprah sebagai mekanik di Honda Banten ini.

Untuk mesin, ia mengaplikasi kompresi rendah, yakni 13,2 : 1. Ini ada kaitannya dengan kondisi lingkungan trek di Medan dan sekitarnya yang panas. Di lintasan bisa mencapai 38-40 derajat celcius.

Selain itu, kualitas bensol biru sudah turun oktannya setelah pengiriman. Kalau standarnya 105, paling tinggal 99-100. Makanya, dibikin kompresi rendah dengan memapas piston di bagian dome sebanyak 2 mm.

Hasilnya Eko kerap menang. Padahal ini tahun pertama dan baru ikut 2 seri. Yaitu di Siak dan Bangkinang, posisi Eko sekarang ke 5 MP3 dan ke-2 di MP2.

Eko bisa jadi andalan dan penerus pembalap nasional dari Sumatera Utara. Pengganti Firman Farera, Jeffrey Holy maupun Reza Pahlevi. “Skillnya bagus. Asal dilatih dengan benar dan sabar, Eko bisa jadi pembalap besar,” prediksi H. Syabra Buana, Kasie Roda Dua Pengprov IMI Sumut. Amin bos!

Tahun Depan Full

Di bawah naungan main dealer Honda CV Indaco, tim Honda Intrac mulai berkiprah sejak 2011 ini. Sebagai tahap awal, mereka baru ikut di beberapa seri MotoPrix region 1. “Belum full. Karena baru dan melihat kemampuan dulu,” jelas Sardin Gorad Pasaribu.

Dengan hasil yang cukup baik ini, pihak Indaco pastinya akan menyokong untuk tampil penuh di balapan MotoPrix 2012 nanti. Menurut Sardin, ada empat pembalap yang akan turun di ajang balap nasional ini. Dua untuk kelas seeded dan dua pemula.

Di pemula, tim Intrac akan diperkuat Eko Riyanto, Rizky Hendarta Damanik. Di seeded, diisi Yogi Hermana dan Marta Reza.

Apalagi dengan adanya sirkuit baru di IMI Pancing, Medan ini. Sardin makin yakin pembalapnya akan lebih berkiprah di masa yang akan datang. Mudah-mudahan begitu. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Main/pilot jet : 135/30
CDI : BRT
Gir : 13/45
Karbu : Mikuni TM 24
Head : BRT

Penulis : Hend | Teks Editor : Nurfil | Foto : Hendra


Modif Yamaha Jupiter-Z 2010

Yamaha Jupiter-Z, Balancer Paling Ringan

Yamaha Jupiter gacoan Diaz Kumoro Djati tidak terkejar di MP1 (125cc) MotoPrix Seri VIII, tiga Minggu Lalu di Sirkuit JI Expo Kemayoraan. Walau di akhir race 2 mbrebet namun tetap juara 2. Kuncinya, mesin diseting serba ringan.

“Setingan ringan menyesuaikan sirkuit Kemayoran yang lalu, yang dibikin rolling speed,” jelas Heru Hardianto, kepala mekanik di tim Yamaha TDR FDR Federal Oil NHK Yonk Jaya ini.

Serba ringan misalnya di balancer. Hanya dibuat 375 gram. Menurut mekanik beken disapa Heru Kate itu, ukuran segitu termasuk paling ringan. Supaya putaran mesin lebih cepat naiknya karena sirkuit yang treknya didominasi tikungan rolling speed.

Trek lurusnya hanya 170 meter bisa dikatakan pendek. Tidak perlu bandul yang berat sudah cukup tercapai. Asalkan rasio kompresi juga dibikin enteng alias rendah.

Untuk main di Kemayoran kemarin rasio kompresi dipatok 12,8 : 1. Padahal biasanya bisa sampai 13,2 : 1. Namun agar atasnya jalan mengimbangi balancer yang ringan untuk putaran bawah, kompresi harus dibuat rendah. Tentunya supaya top-speed juga tercapai.

Magnet juga dibuat ringan. Karena dibubut abis. “Beratnya paling hanya tinggal 400 gram,” jelas Heru yang bermarkas di dekat Stadiun Maguwo, Sleman, Jogja.

Rupanya ini yang bikin Jupiter mbrebet di akir lap. Magnetnya pecah karena dibubut terlalu tipis. Jadinya mesin tidak mau teriak seperti kekurangan bensin.

Setingan lain pada rasio masih sama untuk setiap sirkuit dadakan. Namun bedanya hanya pada sproket. Ini kali menggunakan 14/43.

Untuk pilihan klep menggunakan ukuran 29/24 mm. Sedangkan durasi kemnya berkisar 273 derajat. Klep in kira-kira membuka 35 derajat sebelum TMA (Titik Mati Atas) dan menutup 58 derajat setelah TMB (Titik Mati Bawah).

Kemnya dibuat kembar. Untuk menyesuaikan trek tinggal diatur sendiri maju-mundurnya. Yang jelas durasinya tetap dibuat sama.

Menurut Heru, dari awal motor ini jadi, setingannya sama. Paling menyesuaikan sirkuit saja. Untuk lubang in dan ex juga tetap sama.

Lift Kem
Lift atau tinggi bukaan klep ditentukan oleh bubungan atau benjolan di kem. Beberapa mekanik memang punya pendapat masing-masing soal lift klep ini.

Seperti Heru Kate yang mekanik Yamaha Jupiter-Z geberan Diaz Kumoro Djati dari Yamaha TDR FDR Federal Oil NHK Yonk Jaya itu. Dia punya patokan sendiri.
Meski durasi sama, Heru mematok lift kem buang lebih tinggi dibanding yang isap. Teori ini kebalikan dari beberapa mekanik lain yang justru malah mematok lift klep isap lebih tinggi.

Heru mematok lift kem isap 9,4mm sementara lift klep buangnya 9,5mm. “Lift klep buang lebih tinggi 0,1mm,” jelas mekanik yang aslinya sarjana Pertanian dari Universitas Veteran Jogja itu.

Menurut Heru lagi, dibuat seperti itu tentu ada maksud dan tujuannya. Yakni, agar setingan mesin tidak basah. Sehingga nafas mesin menjadi lebih panjang. Rpm mesin mampu teriak panjang

Weeeng... (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Ban: Corsa
Spuyer : 60-110
Knalpot : YJM
Lubang inlet : 25,6-25,8 mm
Magnet: Standar dibubut
Penulis : Aong | Teks Editor : Nurfil | Foto : Endro
Modif Yamaha Jupiter-Z 2009 (Bandung)

Yamaha Jupiter-Z, Kompresi 13,8 Jadi Jawara Motoprix Kemayoran

Pacuan M. Zaki dari tim Yamaha Yamalube FDR KYT Trijaya sukses juara MP3 MotoPrix putaran VIII di Sirkuit Kemayoran lalu. Berhasil meninggalkan lawan-lawannya. Apa rahasianya? Mari tanya Harris Sakti alias Mletis, sang mekanik.

"Di Kemayoran lalu, kuncinya motor harus awet dan bisa cepat keluar dari tikungan," kata Mletis. Untuk awet maka kompresi harus pas.

"Saat QTT, kompresi sampai 14, tapi saat balapan yang begitu panas diturunkan jadi 13,8," lanjut mekanik asal Jogja ini. Caranya mengganti piston lebih rendah.

Sedangkan supaya lebih cepat naiknya rpm, durasi kem juga diubah. "Dari 272 derajat menjadi 270 derajat. Semua itu dilakukan sebelum final Minggu," kata mekanik murah senyum ini.

Ada satu jurus lagi untuk taklukkan Kemayoran. "Rasio khususnya gigi 1 dan 2 harus pas, karena banyak tikungan patah," tambahnya. Untuk gigi 1 diubah jadi berat dengan rasio 13 :24. Lay-out sirkuit kali ini mengharuskan turun sampai gigi 1 di R 2.

Sementara untuk gigi 2 dientengin. "Dari awalnya 16/29 dientengin jadi 18/33," terangnya. Oh ya, komposisi gir kali ini 14 : 42, angka ini pastinya akan berubah mengikuti karakter sirkuit. Terbukti dengan ubahan yang seperti ini, Zaki yang asal Bondowoso, Jawa Timur bisa jadi kampiun di Jakarta. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Piston: TDR
Sok belakang: YSS
Knalpot: AHM
Karburator: Sudco 24
Penulis : Nurfil | Teks Editor : Nurfil | Foto : M.David
Modifikasi Yamaha New Jupiter-Z, 2010 (Makassar)

Yamaha New Jupiter-Z, Juara Umum MP3 Region 5

Terbukti, Yamaha New Jupiter-Z bisa jadi jawara baru underbone 4-tak. Bertarung di region V, Andi Mapanyukki keluar sebagai juara pertama MotoPrix kelas MP3 bebek underbone 4-tak 125 cc. Nggak tanggung-tanggung, dari 7 seri, Andi 5 kali juara pertama dan sekali finish ketiga. Hanya sekali ia gagal finish.

"Cuma seri pertama tak finish, karena girboks pecah. Sisanya enggak ada lawan. New Jupiter-Z memang lebih enak, kata Andi," beber mekaniknys Edwin Cahyadi.

Tantangan pertama memodif New Jupiter-Z mengubah sistem transmisi dengan 2 kampas kopling jadi 5 kampas. Triknya mencangkokkan rumah kopling Jupiter MX yang bisa dijejali 5 kampas. "Menurut saya, untuk balap, lebih maksimal dengan 5 kampas," ujarnya.

Selanjutnya kreatifitas Edwin pakai klep yang tersedia di pasaran. "Klep asli New Jupiter-Z untuk jalur in cuma 23 mm, dan jalur eksosnya 20 mm. Pakai 28 dan 24 yang dimodif jadi 26 untuk in dan 23 buat ex," jelasnya.

Langkah berikutnya, dipersiapkan komponen kunciannya, di poros bubungan alias kem. Teknik Edwin agak unik. Ia mencari kem yang profilnya besar. Alasannya, "Dengan profil pinggangnya besar, mudah dimodifikasi untuk mengejar lift klep tinggi," bilang Edwin lagi.
Kuncian lagi, nih. Dari riset Edwin, New Jupiter-Z lebih enak pakai kem dengan lift tinggi. Ia mematok sampai 10 mm. Padahal, Jupiter-Z lama banyak yang hanya mematok lift 8,5 sampai 9 milimeter. Malah ia menyebut, mungkin lebih baik jika di atas itu. Sebab spek New Jupiter-Z yang long stroke memungkinkan.

"Saya mainkan durasinya untuk in dan ex jadi 268 derajat. Sementara LSA-nya dibuat jadi 106 derajat," papar Edwin.

Untuk mendongkrak kapastias, Edwin tak kesulitan. Di pasaran aftermarket, ia mencari torak berdiameter 53,40 mm. Ukuran segitu pas membuat kapasitas New Jupiter-Z jadi 129 cc, sebagai batas maksimal turun di kelas MP3.

"Kepala piston dibentuk kayak piston TDR. Sebab spek New Jupiter-Z gak perlu kompresi tinggi. Saya pakai rasio kompresi 12,8 : 1. Kalau Jupiter lama, bisa 13,5 : 1 atau lebih," sebut Edwin yang terapkan kubah kepala silinder bathtub.
Pilihan ini karena New Jupiter-Z sudah punya karakter torsi besar. Perbandingan kompresi rendah mendukung tenaga lembut namun terus mengisi. Motor tidak liar di tikungan, namun lebih bertenaga di trek lurus panjang.

Sentuhan terakhir knalpot. Edwin gabungkan knalpot merek Creampy dengan SND. "Cocok pakai leher dari SND, lalu bodi dan silencernya pakai Creampy," tutup mekanik yang mangkal di markas Yamaha Suraco di Jl. Andi Pangerang Pettarani, Makassar itu.

So, sudah terbukti New Jupiter-Z bisa jadi semakin di depan. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Ban : Corsa
Pelek : TDR 1.60-17
Karburator : PM 24 mm
Pengapian : Rextor Pro Drag RR
Sokbreker : YSS atau Daytona


Penulis : Aries | Teks Editor : Nurfil | Foto : Istimewa



Modif Honda Blade, 2010 (Gowa)

Honda Blade, Andalkan Kompresi 12:1

Sebagai pendatang baru di kancah balap nasional, belum banyak tim balap andalkan pacuan Honda. Terutama, Honda Blade. Termasuk bagi Jamal Suparno Daeng Lira yang seting bebek 110cc Honda ini untuk dipakai berlaga oleh M. Agus Salim di OMR Honda Makassar, beberapa waktu lalu.

“Ini pertama kali bagi saya membuat motor balap Honda. Sebelumnya sudah coba beberapa merek,” ungkap pria yang akrab disapa Daeng Lira ini.

Tetapi, meski baru pertama mengolah Honda Blade, hasilnya sudah memuaskan. Pembalapnya yang tergabung di tim Bintang Lima Lira Motor Racing Team, berhasil naik podium di kelas MP4 atau bebek 110cc tune-up pemula.
Karena ini yang pertama, Daeng Lira pun enggak ingin terlalu ekstrem mengubah setingan. Maksudnya, dia ingin terapkan seting bertahap. Bahkan, kompresi tidak dibuat terlalu tinggi. Ya! Keseluruhan ubahan, hanya membuat perbandingan kompresi jadi 12 : 1. Maka itu, cukup pakai Pertamax Plus.

Untuk membuat kompresi yang tidak tergolong tinggi ini, beberapa ubahan dilakukan. Yaitu, pakai piston FIM Piston diameter 51,25mm. Tinggi dome di part penggebuk kompresi ruang bakar itu hanya dibuat 1,5mm.

Lalu, kem standar Blade dibubut untuk atur ulang durasi buka-tutup klep. “Durasi dibuat jadi 269º. Sayangnya buku catatan saya terselip tak tahu di mana, jadi lupa buka-tutup secara rincinya,” jelas tunner 32 tahun itu. Wah, kalau gitu harus cari lagi tuh. Atau, dial ulang.

Lanjut! Lewat durasi dan tinggi dome yang diterapkan, kepala silinder dipapas sekitar 0,8mm. Oh ya, menurut Daeng Lira, klep juga tetap andalkan standar. “Nanti, kalau hasilnya kurang memuaskan, baru dinaikan lagi,” timpal sobat ramah tinggal di Gowa, Sulawesi Selatan.

Menemani ubahan di engine, pengabut bahan bakar juga sudah mengaplikasi karburator Mikuni Sudco 24mm. Karena menurutnya, karbu ini mampu menambah akselerasi di putaran atas. Pilot dan main jet diseting ulang. Pilot pakai 25, main-jet andalkan 140. Sementara untuk otak pengapian dirasaa cukup mengandalkan CDI BRT 24 step.

Oh ya! Untuk mengakhiri ubahan di mesin, saluran buang Kawahara Racing diandalkan. Tapi, knalpot ini memang diperuntukan buat Blade ya, bukan buat matik. He..he..he...

Gasss...! (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKAS
Ban depan : FDR 90/80-17
Ban belakang: FDR 90/80-17
Gas Spontan: Daytona
Sok belakang: Daytona
Final gear : 13/39 mata
Penulis : Eka | Teks Editor : Nurfil | Foto : Eka

Modif Honda Supra X 125, 2010 (Kediri)

Honda Supra X 125, Balancer 300 Gram

Balancer ringan dimaksudkan agar putaran kruk as juga enteng. Diperuntukan main di trek pendek agar mesin lebih cepat teriak. Seperti dipasang pada Supra X 125 geberan Juni A.S. dari Honda MPM Aries Putra INK M-150 Rextor. Hanya 300 gram.

“Padahal biasanya 500 atau 600 gram. Sekarang hanya 300 gram karena trek lurus Kemayoran paling panjang 170 meter dan banyak tikungan rolling speed,” jelas Saipul A.P., mekanik yang merawat pacuan Juni A.S itu.

Di MotoPrix region 2 Jawa seri VIII lalu, Sirkuit Kemayoran memang treknya dibikin banyak tikungan rolling speed (lihat berita halaman 20). Tidak perlu top-speed yang tinggi sekali. “Cukup power mesin diseting pada rpm bawah dan tengah,” argumen Saipul, mewakili Wahyu, mekanik utama di Aries Putra.
Teorinya, kalau mengejar top-speed tinggi dibutuhkan kruk as atau bandul yang berat. Namun akselerasi jadi lebih rada berat. Makanya Saipul A.P. bersama kru lain menggunakan bandul yang paling enteng. Supaya putaran mesin cepat naik dan juga mudah diajak berakselerasi.

Imbangi balancer yang ringan, gir juga dibuat enteng. Supaya tarikan awalnya lebih ringan gitu coy. Menggunakan sproket roda 13/47, biasanya 13/45.

Tips lain yang diterapkan agar akselerasi mantap yaitu pada spuyer. Pilot-jet dibikin kecil, menggunakan Mikuni TM28 pakai ukuran 30. Padahal biasanya aplikasi yang 40. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Rasio kompresi: 13 : 1
Lubang in : 27
Lubang ex: 23
Ban belakang : Knalpot AHM
Ban: Corsa
Penulis : Aong | Teks Editor : Nurfil | Foto : Endro
Modif Honda Sonic, 2001 (Jogja)

Honda Sonic, Boyong Blok-Head CBR

Honda Sonic dari bengkel Ocean Speed Jogja ini sesuatu banget. Sebab boyong blok dan head atau kepala silinder milik Honda CBR 150R.

Alasan menggunakan dapur pacu atas milik Honda CBR karena sudah mengusung mekanisme klep DOHC. Selain dilengkapi 4 klep juga 2 poros bubungan alias kem. Sedangkan bloknya juga lumayan gede, bagus untuk bore up.

Namun untuk pasang blok dan silinder CBR tidak langsung klop. Karena lubang karter Sonic dan CBR beda pada lubang keteng. “Punya CBR lebih lebar karena menggunakan 2 kem,” jelas Randul Suratno, bos sekaligus mekanik.

Mengakalinya harus tambal ulang karter milik Sonic. Caranya menggunakan las argon aluminium. “Kemudian dibentuk ulang mengikuti bentuk pantat blok milik CBR 150R. Supaya klop,” jelas Randul dari markasnya di Pogung Rejo, Sinduadi, Mlati, Sleman, Jogja.

Setelah itu baru memikirkan dongkrak kapasitas silinder besar. Menggunakan piston 70mm. Diambil dari milik Yamaha Scorpio namun lubang pennya 15mm. Ini piston custom yang diproduksi PT FIM alias Izumi untuk keperluan balap.

Namun meski piston gambot masih tetap menggunakan pendingin air. Makanya water jacket di blok silinder kudu atau harus diatur ulang.

Lubang air di blok yang ketemu dengan yang di head dibikin kecil. “Yang penting pertemuan dua lubang itu lurus dan tidak bikin bocor,” rinci Mas Randul yang banyak banyak menerima modifikasi ekstrem atau main kanibal dengan motor yang tidak sejenis.

Untuk dongkrak volume silinder juga dilakukan melalui langkah stroke up alias naik stroke. “Asalnya stroke atau langkah seher Sonic dan CBR 150R sama-sama 47,8mm. Dinaikkan jadi 54mm,” beber pria dengan logat Sleman kental.

Namun akibat naik stroke meski menggunakan kruk as CBR juga kudu ganti setang piston. Sebab kalau menggunakan setang piston standar akan mentok antara piston dengan bandul ketika posisi TMB (Titik Mati Bawah). Solusinya menggunakan setang Honda CB100.

Dari sana baru ketahuan kapasitas silindernya. Menggunakan piston 70mm dan stroke 54mm. Hasilnya 207,7cc. Ya, kalau digenapkan jadi 208cc. “Namun akan dikembangkan lagi jadi 250cc,” jelas Randul yang motornya banyak tebar pesona alias nampang di Facebook-nya Eko Trinarcoyo. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Karbu : Keihin PWK 38
CDI : BRT Smart Clik
Klep : 25,5/22,5
Knalpot: Abenk Perfromance
Ocean Speed: 0857-4333-4877
Penulis : Aong | Teks Editor : Nurfil | Foto : Riyanto


Modif Yamaha Mio, 2010 (Jakarta)

Yamaha Mio, Joki Baru Pecahkan Rekor Super FFA

Dulu Yamaha Mio ini dibesut joki lawas tim drag bike Tomo Speed Shop. Macam Syaiful Cibef, M. Ramzi dan Imam Ceper. Cuma posisi 2 atau lebih. Tapi, dibetot Muhamad Hendra ‘kecil’ Dely, pecahkan rekor baru di 2 kelas sekaligus. Super FFA matik dan Super FFA pada Drag bike TDR YSS Comet DID 2011 di Jogja.

Meski baru 13 tahun, Hendra yang event ini baru gabung di Tomo Speed Shop bikin geger balapan. Pasalnya, 2 rekor baru langsung dipecahkan dengan waktu 7,040 detik kelas super FFA matik dan 7,055 detik kelas super FFA.

“Ada 3 hal yang bikin rekor baru tercipta. Pertama bobot Hendra cuma 27 kg, lebih ringan dari ketiga pembalap saya. Kedua, dia pintar saat start, meskipun alat untuk start termasuk susah. Ketiga, pilih skubek bore up 300cc dan bukan 350cc,” aku Utomo Tjioe alias Tomo bos Tomo Speed.

Pun begitu, Tomo tidak memberikan setingan mesin Mio bore up 300 cc untuk Hendra lebih galak di putaran bawah. Jusrtu sebaliknya, dengan bobot joki ringan power mesin dimaksimalkan mulai putaran tengah ke atas.

“Kalau galak di putaran bawah, dengan bobot joki ringan takutnya gak bisa kontrol gas. Ban gampang sliding yang dapat menyebabkan hilangnya waktu,” imbuh Tomo yang mengaku pasang rasio kompresi 11 : 1.

Rasio kompresi tak terlalu tinggi buat kejar putaran tengah ke atas, didapat dari piston diameter 66 mm LHK forging yang dicustom ulang kepalanya. Kata Tomo, piston asli rata itu dibikin agak membumbung dan dibuatkan coakan payung klep.
Selain atur ulang kubah, posisi piston yang terhubung setang piston asli (57,9 mm) dan geser stroke 14mm (jadi 86mm), dibikin agak mendam sekitar 2 mm setelah paking silinder bawah diganjal paking almu setebal 3,5cm.

Lalu volume silinder murni 294cc itu disuplai gas bakar karbu NSR SP reamer 34mm dengan setingan spuyer 135/45. Cuma biar debit gas bakar yang masuk dan sisa gas bakar dilepas sesuai kebutuhan mesin, aliran masuk dan buang diatur kem ubahan produk aftermarket.

Secara teknis, pemilik speed shop di Bendungan Jago Raya No. 6-7, Kemayoran, Jakarta Pusat ini mengaku tidak tahu persis ukuran yang tepat berapa derajat durasi dan LSA kem yang dipakai di motornya. Cuma sebagai patokan, tinggi lift kem yang pernah diukur jaraknya ada sekitar 27mm dengan lebar pinggang bubungan 19mm.

“Yang paling baru, diameter payung klep in 34mm dengan diameter batang 5mm dan klep ex 30mm dengan diameter batang 4,5mm bahannya stainless merek SPS. Selain lebih ringan, saat panas enggak gampang berubah bentuk. Performa juga tetap terjaga,” aku Tomo yang gunakan knalpt TSS buat lepas sisa gas bakar.

Ajib bener… (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Ban depan : IRC 45/90-17
Ban belakang : Eat My Dust 50/100-17
Roller: LHK 11 gram
Kampas ganda : LHK
CDI : Sepco
Penulis : KR15 | Teks Editor : Nurfil | Foto : Indra GT

Jumat, 29 Juli 2011 10:19 WIB
Modifikasi New Blade 110R, 2011

Honda New Blade 110R, Racing Look Versi Pabrikan

Roh balap memang sengaja ditanamkan oleh PT Astra Honda Motor (AHM) pada bebek barunya, Honda New Blade 110R. Desain sporty hingga diluncurkannya pula varian ber-livery Repsol Honda membuatnya tampil bak pacuan balap.

Agar makin dekat dengan sirkuit balap, AHM juga memamerkan versi modifikasi motor bebek 110cc di sela launching kemarin siang (28/7). "Yang menyiapkan modifikasi ini dari internal," ungkap Ahmad Muhibudin, Public Relations Manager, Corporate Communications PT Astra Honda Motor (AHM).

Secara tampilan benar-benar nyata kalau ini sengaja disiapkan untuk balap. Pengerjaan bodinya tidak terlalu banyak berubah dari versi standarnya. Hanya melepas semua perangkat lalu lintas termasuk membuat buta lampu depan di setang, bahkan stripinya tetap dibiarkan standar.

Yang menarik ada batang penguat pada underbone-nya, tentunya ini akan menambah kekakuan rangka yang berguna saat menikung. Lanjut ke kaki-kaki dan perhatikan detail tiap komponen yang terpasang.

Pelek masih standar tapi sudah dibalut ban slick. Suspensi belakang pakai produk Showa, footstep Yoshimura dan disk brake depan lebar. Panel indikator di setang pun di sisakan hanya takometer saja. Keren kan! (motorplus-online.com)

Penulis : Popo | Teks Editor : Nurfil | Foto : Popo

Kamis, 07 Juli 2011 18:43 WIB
Modifikasi Honda Supra X 125, 2009 (Bandung)

Honda Supra X 125, Bisa Contek Buat Harian!

Bertarung di kelas bebek 4-tak standar 125 cc pemula max 16 tahun (MP5), musti pintar seting mesin. Seperti yang dilakukan Sumingan terhadap pacuan Honda Supra X 125 yang digeber Andi Gilang.

Maklum, karena regulasi kelas pembibitan ini tidak memperbolehkan banyak ubahan. Termasuk banyaknya part racing. Apalagi dengan munculnya adendum. Maka itu, tunner musti pintar!

Nah, Gilang yang baru berusia 13 tahun ini, tampil dominan bersama Supra X 125. Racer tim Honda Daya Federal Oil KYT FDR Bank BJB Golden ini, meninggalkan lawannya cukup jauh di seri MP Malang, Jawa Timur beberapa waktu lalu. “Seting motor sesuai karakter saya. Makanya bisa ke depan,” ungkap racer bernama lengkap Andi Farid Izdihar.

Sumingan, pintar melihat celah buat mengakali pacuan tahun 2009 itu. Ya, sesuai karakter Gilang yang suka buka-tutup gas spontan. Demi memperbesar daya gebuk di ruang bakar, piston FIM diameter 53,4 mm dipasang. “Buat menambah power dan mendekatkan ke batasan kapasitas mesin saja,” bilang pria yang akrab disapa Mian.

Pakai piston yang sekarang, isi silinder mentok di 129,6 cc. Masih belum melewati batasan yang dipatok di 130 cc, kok. Menyesuaikan kebutuhan, jenong alias dome piston ikut dipapas. Juga, dicoak ulang agar tidak membentur klep.

Dari bibir piston, dome hanya dibikin 1,5 mm. Memang tidak dibuat terlalu tinggi. Itu karena kepala alias head silinder juga dipapas. “Head dipapas cuma 0,7 mm,” tambah Mian dari markasnya BBS Motor di Jl. Babakan Surabaya, No. 16, Kiara Condong, Bandung, Jawa Barat.

Diameter kubah dibuat jadi 39 mm dengan squish dimainkan di 9º. Lewat ubahan di head dan blok silinder, kini kompresi membengkak jadi 11,5 : 1. “Sebelum ikuti adendum, kompresi pakai 11,8 : 1. Tapi, karena sekarang pakai Pertamax Plus, ya harus diturunkan,” ungkap tunner 43 tahun ini.

Buat mengatur buka-tutup klep, durasi noken as diatur ulang. Begitunya asupan bensin dan gas buang sesuai kebutuhan. Klep in, durasi dibikin jadi 272º. Sedang klep ex alias buang, diseting di 268º. LSA (Lobe Separation Angle) bermain di 105º.

Asupan bahan bakar mengandalkan dari karburator standar. Tapi, tidak murni standar. Karena moncong karbu direamer sekitar 2 mm. “Skep dan venturi tetap standar, lho,” yakin tunner dengan logat Sunda yang kental.

Setidaknya, langkah yang dilakukan Mian bisa diterapkan pemilik Supra X 125 buat pacuan hariannya. Yap, pacuan yang tidak ingin bore up, tapi ingin akselerasi lebih kencang! (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Ban : IRC 166 90/80-17
Sok belakang : Triple S
CDI : BRT Dual Band
Knalpot : SND
BBS Motor : (022) 721-3631

Penulis : Eka


Kamis, 30 Juni 2011 13:06 WIB
Suzuki Smash Titan 2011

Disupport Yoshimura, Performa Si Titan Makin Yahud!

Suzuki TOP 1 BRT KYT IRC (STBKI) jadi salah satu dari beberapa tim yang disupport Suzuki. Pabrikan berlambang ‘S’ ini menunjuk Yoshimura buat bantu riset pacuan di ajang IndoPrix. Seperti yang dilakukan di pacuan IP1 (110 cc) yang digeber Achmad Kohar, di Seri IndoPrix Surabaya, beberapa waktu lalu.

Sejumlah suku cadang diboyong demi bantu Titan agar melesat bagai anak panah. “Ada tiga part yang dibawa. Tapi, hanya dua yang akhirnya terpakai. Per klep dan karburator,” ujar Felix Judianto, owner tim STBKI.

Sedangkan part yang tidak terpakai, noken as. Alasannya, salah bawa part alias tak sesuai dengan konfigurasi kebutuhan. Lewat per klep yang dibawa, lift klep 27 mm (in) dan 23 mm (ex) yang diusung, dibuat lebih tinggi. Lift klep main di 9 mm lebih. Itu karena per ini agak sedikit beda ketimbang per klep Jepang.
Perbedaan terletak di jarak tiap ulir per saja. Tapi, kalau menurut Felix, kekerasannya tidak jauh beda. “Jarak agak jauh, setidaknya meminimkan risiko beradunya antara setiap ulir,” tambah pria yang juga mantan pembalap itu.

Dukungan karbu juga bikin perbedaan. Ukurannya sama seperti Mikuni 24 mm. Tapi, ketika dicoba di atas mesin dynotest, powerband yang dihasilkan di putaran tinggi sedikit lebih bagus.

Tapi, angka spuyer turun drastis ketika pakai karbu Yoshimura. Pakai Mikuni, pilot-jet 25 dan main-jet 150. Sekarang, 22,5 dan 100. Turunnya angka spuyer bisa disebabkan bedanya jarum skep. Di Yoshimura, jarum skep terdapat beberapa lubang. Sedang di Mikuni, polos.

Meski sudah aplikasi dua part itu menurut Felix, seting engine belum maksimal. “Perlu riset lagi agar dapatkan hasil yang terbaik,” tutupnya. (motorplus-online.com)
DATA MODIFIKASI
Ban : IRC 166 90/80-17
Piston : 51,5 mm FIM
Sok belakang : Kitaco
Kaliper rem & CDI : BRT
Knalpot : AHAU Motor
Penulis : Eka | Teks Editor : Nurfil | Foto : GT
Rabu, 29 Juni 2011 09:52 WIB
Modifikasi Kawasaki Ninja 2011 (Jakarta)

Kawasaki Ninja 150, Ilmu Lama Dipadu Joki Lawas

Imanuddin boleh masuk kategori joki lawas. Malah dia terhitung sudah pensiun. Tapi, di gelaran Kawasaki Race Indospeed Racing Series 2011, Ninja 150R milik tim Kawasaki Denso KYT CMS-Junior tetap jawara digeber Imanuddin. Tunggangan Iman, sapaan Imanuddin, mengaplikasi ilmu lama.

Ya, motor ini sebenarnya gawean dari Kerry ‘Bobby’ Hutama. Dia juga mantan joki kawakan yang gabung di Champion Motor Sport (CMS) di Bendungan Jago, Jakarta Pusat. Dulu CMS tenar dengan motor tim jawara di era 2-tak. Termasuk Ninja bikinan CMS yang juga disegani di kalangan drag bike dan road race.

"Ini sebenarnya pakai teknologi dulu. Biarpun mesin yang dulu sudah dijual, tapi kan hitungannya tetap ada. Jadi, tinggal diadaptasi dengan aturan yang ada sekarang," jelas Kerry.

Sebenarnya sempat ada isu, motor genjotan Iman masih menggunakan spare part dari Thailand. Spare-parts ini yang bikin motor bikinan CMS jadi ‘champion' alias juara! Misalnya, sokbreker Ohlins, juga karburator Mikuni TMS38.

"Kalo itu mah emang barang dulu. Ngapain juga beli kalau yang lama masih bisa dipake," elak Kerry yang biasa dipanggil Bob dengan logat Jakarta kental.

Lagipula, memang Kawasaki Ninja 150 itu bukan barang baru. Mesin 2-tak yang sudah tidak lagi popular di Indonesia. Iya, kan hanya Kawasaki Motor Indonesia yang masih memproduksi dan menjualnya di Tanah Air.

Nah, korekan zaman dulunya CMS memang tidak terlalu ribet. Itu karena mesin 2-tak juga nggak terlalu njelimet. Ubahan utama tetap di jalur masuk bahan bakar dan jalur pelepasan gas buang.

Biar larinya kencang, Ninja dikasih makan lebih banyak. Itu lebar memperbesar lubang inlet kiri dan kanan. "Biar makin lancar, ujung lubang di dinding silinder juga dinaikin. Aslinya 43,5mm dari bibir atas, dikurangi hingga 42 mm," cerita Kerry yang dulu berpatner dengan Edwin Bongso alias Koh Apeng yang juga nonogol di balap saat Ninja ini berlaga.

Tapi, Kerry alias Bobby tidak mengubah sudut inlet. Alasannya, kalau salah malah bisa kapiran. Nanti arah masuk gas bahan bakar dan udara ke ruang bakar malah jadi kacau.

Giliran lubang buang, gaya konvensional juga diterapkan. Tapi, karena silinder blok Ninja sudah pakai Super KIPS, Kerry tidak menerapkan lubang eksos ala kancut yang membesar di atas lalu kecil di bawah. "Tetap pakai model oval, besar di tengah," rinci Kerry lagi.

Karena sudah ada lubang Super KIPS, tinggi eksos pun terbatas. Cukup dibuat 29 mm dari bibir atas silinder. Lebarnya juga 40 cm. "Kalau terlalu lebar malah bahaya. Sebab bisa bikin kompresi bocor. Lagipula kalau lubang eksos terlalu lebar, ring piston rawan patah," wanti Kerry.

Kuncian di mesin masih ada di kepala silinder. Bobby tidak mengubah kubah. Alasannya masih pakai piston standar. Jadi ia tidak ingin ruang bakar atas malah jadi berantakan.
"Pokoknya cuma bikin volume kubah kepala silinder jadi 14,5 cc. Setelah cylinder head dipapas, kubahnya dibalikin lagi ke standar," urai Kerry.

Cukup di wilayah silinder. Obat kencang tunggangan Iman beralih ke suplai bahan bakar. Karbu gambot 38 menuntut ubahan dudukan ke intake. Yang ini dibuatkan dari aluminium. Toh Kerry tetap mempertahankan rumah reed valve. "Tapi, lubang di plastiknya digedein seukuran diameter moncong Mikuni," tegasnya.

Kerry juga tidak ikutan pakai reed-valve alias katup buluh V-Vorce yang beken itu. Ia malah mencomot lembaran membran Kawasaki lawas tipe KX100.

Alasannya, "V-Vorce terlalu kaku. Kalau punya KX100, masih lentur. Dan, pilih karburator 38 karena sudah cukup untuk road race. Meskipun aturan karburator bebas," jujur Kerry yang tidak mengutak-atik lidah stopper reed valve.

Rampung urusan bakar-membakar, giliran wilayah kelistrikan diup-grade. Ini dia jimatnya Imanuddin bisa melaju di depan. Sistem pengapian menerapkan gaya Ninja 150RR. Jadi, sepul lampu dibuang sehingga jadi sistem total loss. Sistem ini membuat torsi motor tetap ada dibanding pakai magnet racing.

Lalu, "Supaya putaran mesin di rpm menengah ke atasnya enak, pakai CDI Ninja yang kodenya 1454. Ini CDI punya Ninja Thailand. Bikinan Denso Jepang. Yang dijual di sini bikinan Malaysia," beber Kerry yang memasang koil Yamaha YZ125 sebagai pasangan CDI-nya.

Alhasil, percikan api yang dipancarkan busi Denso tuntas membakar bahan bakar. Sisa gas buang yang jadi tenaga disalurkan knalpot andalan merek CMS. "Itu knalpot sudah lama. Belum sempat bikin yang baru. Jadi, biarpun sudah pada robek, ya dilas lagi," sebut Kerry.

Dan..., Imanuddin pun jadi tua-tua keladi lagi. (motorplus-online.com) DATA MODIFIKASI
Ban depan : FDR 90.80-17
Ban belakang : FDR 120/70-17
Pelek depan : RS125 2.50-17
Pelek belakang : RS 3.00-17
Pilot-jet : 30
Main-jet : 370
Sproket : 15-39
Penulis : Aries | Teks Editor : Nurfil | Foto : Indra GT
Rabu, 22 Juni 2011 14:53 WIB
Modifikasi Yamaha Jupiter-Z 2008 (Jakarta)

Yamaha Jupiter-Z Rafid Topan, Rumus Baru Terkencang

Yamaha Jupiter-Z pacuan Rafid Topan tidak terkejar di pusingan atau seri kedua Asia Road Racing Championship (ARRC), dua minggu lalu di Sentul. Menurut Hawadis sang mekanik, dia orang pakai rumus baru yang belum pernah dipakainya.

Biasanya korek Jupiter-Z 115 cc menggunakan klep 28/23 atau 27/23 mm. Tapi, Hawadis yang gabung di tim Yamaha CKJ TJM Racing itu, sekarang memilih menggunakan klep isap 27,5 mm dan buang 23 mm.

Makanya lubang isap dipatok 24,5 mm. Dengan pelebaran pada posisi bos klep jadinya 25,5 mm. Kalau pakai klep 28/23 mm lubang isap dibuat 25 mm dan jika klep 27/23 mm, inletnya 24 mm.

“Besar lubang isap 24,5 mm berlaku juga pada diameter dalam sitting klep,” rinci Hawadis yang aplikasi intake Varro tapi sudah dimodif nengok ke kiri.

Menurut pria 40 tahun ini, durasi kem juga diubah. Masih tetap menggunakan kem kerbau atau dari bekas Honda Genio. Klep isap dibuat membuka 33° sebelum TMA (Titik Mati Atas) dan menutup 57° setelah TMB (Titik Mati Bawah).

Durasi klep buang juga dibikin sama, yaitu 270°. “Membuka 58 sebelum TMB dan menurup 32 setelah TMA,” lanjut Hawadis yang pakai knalpot AHM Malaysia.

Guna mengatur timing pengapian, dia pakai magnet YZ125 dipadu CDI BRT tipe Super Pro 52 step. “Grafik yang dipakai yaitu pilihan yang ke-30,” rinci Hawadis dari markasnya di Jl. Bakti No. 28 RT 17/09, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Rasio kompresi yang dipakai juga cukup sedang. “Yaitu 12,8 : 1 yang juga dipadukan bahan bakar Petronas,” tegas mekanik yang disupport tim Tunggal Jaya Motor Indonesia dan juga CKJ, perusahaan konstruksi Malaysia. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Ban depan : Battlax 90/80x17
Ban belakang : Battlax 110/80x17
Sokbreker : YSS

Karbu : Mikuni Sudco
Spuyer : 145/27,5
Penulis : Aong | Teks Editor : Nurfil | Foto : GT, Aong

Honda Blade 2011, Melenggang Pakai Racikan Aman

Honda Blade tunggangan Gerry ‘Laurent’ Salim, melenggang di kelas MP6 pada Top 1 KYT Corsa MotoPrix 2011, Region 2 seri II. Kondisi hujan deras dan di beberapa tikungan sudah tergenang air, Blade dari tim Honda MPM Zuma (HMPMZ), Surabaya, Jawa Timur ini, naik podium tertinggi.

Agus Supriyono, tunner HPMPZ, meracik Blade bermain aman. Beberapa komponen diubah dengan hati-hati. Kompresi dan lubang venturi karburator enggak bisa melebihi ukuran yang sudah ditentukan.

Perbandingan kompresi juga sudah dipatok. Kompresi didongkrak sampai 12,8 : 1. “Agak susah meracik kompresi lebih dari 12,8:1. Risikonya besar. Mesin jadi enggak tahan,” ungkap Agus yang punya bengkel CPX Racing dari Jl. Raya Wonosari, Jogja.

Kompresi Blade standar 9 : 1. Artinya, perbandingan kompresi Blade di tangan Agus naik 3,8 dari yang standar. “Ini pun penyesuaian karena regulasi bahan bakarnya mesti pakai Pertamax Plus. Jadi 13 : 1 dengan Pertamax akan ngelitik. Kalau kelamaan, mesin bakal jadi panas.” jelas Agus yang berbadan kekar.

Bebek pesaing Blade sendiri untuk MP6 dengan Pertamax bisa mencapai 13 : 1. Artinya, kompresi yang lebih tinggi dari 12,8:1 bisa menghasilkan tenaga yang besar.

Sepertinya, perbandingan kompresi yang kelewat tinggi enggak menyulitkan buat pembalap. Terutama, seri II dan Region 2 MotoPrix ini kali di sirkuit basah, bahkan ada genangan air. Tenaga yang rata dan lembut mudah dikendalikan rider.

Diameter venturi juga sudah didesain ulang. Agus sepertinya enggak mau melebihi dari regulasi. Diameter standar lubang masuk bahan bakar 17 mm. Agus mengubahnya jadi 20 mm.
“Aturannya memang segitu. Diameternya dibikin lebih besar lagi dari 20 mm bisa retak. Cuma pas discrut yang diperiksa petugas cuma dilihat sudah dilem atau belum venturinya. Bukan diukur diameternya,” cocor Agus.

Meski ada batasan yang bikin tunner MP6 untuk Blade kudu teliti, tapi ada keuntungannya. Durasi klep in-ex Blade bisa diatur ulang tanpa harus perlu takut katup in-out bertabrakan.

“Enggak perlu ubah sitting klep. Berbeda dengan merek lain yang mesti geser dudukan botol klep. Itu kan jadi tambah biaya,” ujar Agus yang berambut cepak.

Durasi valve in-out Blade MP6 dirancang Agus jadi membuka 35 derajat sebelum TMA dan menutup 62 derajat setelah TMB untuk klep isap. Sedangkan klep out dibikin membuka 60 derajat sebelum TMB dan 37 derajat setelah TMA.

“Kompresi yang dibikin aman, angkatan klep bisa tinggi jadi 9,5 mm,” ujar Agus yang berkulit sawo matang.

SOK CUSTOM

Perang sokbreker belakang silakan saja terjadi. Beberapa produk impor sekelas Ohlins, YSS dan KTC. Termasuk juga Showa yang aslinya merek Jepang, tapi diproduksi di Indonesia. Berbeda dengan Triple-S yang dibikin di Jogja.

“Perbedaannya sih sedikit dengan merek yang sudah terkenal. Perakitnya bisa langsung seting sesuai kebutuhan,” yakin Agus Supriyono.

Sokbreker Triple-S dibuat Goy, salah satu pemain sokbreker custom yang kondang juga di offroader roda empat. Sekarang punya merek sendiri. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Ban depan : Corsa 90/80-17
Ban belakang : Corsa 90/80-17
Pelek depan : TDR U-shape 1,40 x 17
Pelek belakang : TDR U-shape 1,40 x 17
Agus Supriyono : 0818-0413-0768
Penulis : Niko | Teks Editor : Nurfil | Foto : Yudi, GT

Senin, 23 Mei 2011 07:10 WIB
Modifikasi Yamaha Jupiter-Z, 2010 (Yogyakarta)

Yamaha Jupiter-Z, Imbangi Usaha Dewa

Dulu, joki dengar nama Hendriansyah langsung keder. Kini, ‘Sang Dewa Road Race' yang harus pakai ilmu meringankan tubuh untuk bisa jawara di underbone. Hendri diet agar bobotnya tak membebani Jupiter-Z yang turun di kelas 125 cc. Makanya, sang mekanik, Rusdianto ‘Endut' kudu membuat tunggangan ‘Sang Dewa' bisa imbangi usahanya.

Rusdianto sudah punya patokan untuk bikin Jupiter-Z jaya di Kenjeran. Makanya Hendri bisa runner-up di race 1 dan juara 1 di race 2. "Kuncinya, mengatur power dan torsinya seimbang. Sebab, di Kenjeran, kebesaran power, motor jadi liar," jelas mekanik bengkel Pusaka Racing, Jl. Kebon Raya, Yogyakarta itu.

Jupiter Hendri perkasa sejak seri I di Sentul. Di Kenjeran, perlu penyesuaian sedikit. Durasi kem tetap 270 derajat. "Hanya waktu buka-tutupnya diubah. Di Kenjeran, kem digeser maju. Biar lebih cepat membuka dan menutupnya," jelas tuner akrab disapa Endut itu.

Lobe Separation Angle kem juga dimodifikasi. Derajatnya jadi 102. Di Sentul pakai 105. "Dengan begitu powernya gak kebesaran, tapi torsinya meningkat," sebut Endut yang mengadopsi kompresi 13,5 : 1 ini.

Geser ke urusan suplai bensin, Endut percaya karburator lawas Keihin PWK28. Meski diakuinya TMR lebih canggih. "Masalahnya, TMR sensitif. Kotor sedikit berubah. Cuaca ganti, berubah. Nantinya sih pakai TMR. Tapi, sekarang masih enak PWK," akunya.

Empasan power mesin dimuntahkan lewat knalpot yang didesain khusus untuk Kenjeran. Beda dengan yang dipakai di Sentul, produk bikinan HRP itu diameternya dari leher ke ujung lebih kecil. "Sekitar 20 mm di lehernya, dan 50 mm di ujungnya. Model gini powernya lebih pas," aku mekanik kelahiran 1972 yang sudah dikaruniai dua anak itu.

Sentuhan terakhir diserahkan pada Hendri. Karena bobotnya memang lebih enteng, sokbreker diatur lebih empuk. "Sekarang, kalau dihitung, sokbreker menjadi lebih empuk sekitar 10 persen," ungkap Hendri.

Begini setelan motor Dewa! (motorplus-online.com)


DATA MODIFIKASI
CDI: Vortex
Magnet: YZ125
Koil: YZ125
Sokbreker: YSS
Pelek : TDR
Penulis : Aries | Teks Editor : Nurfil | Foto : Aji
Jumat, 25 Maret 2011 10:44 WIB
Modifikasi Yamaha Jupiter-Z 2009

Yamaha Jupiter-Z 2009, Bebek Desmo Indonesia!

Mekanisme kerja klep Desmosedici terkenal di Ducati. Buka-tutup klep tanpa menggunakan pegas keras. Sehingga lebih akurat karena tidak floating dan hanya diperintah bubungan kem.

Itu yang coba ditiru Sugiono Bedja Saputra from Purwokerto. Dia mekanik kawakan yang beken disapa Bobeng ini kasih inovasi baru buat dunia balap Indonesia. Yaitu mesin Desmosedici ala Ducati yang diterapkan pada Yamaha Jupiter-Z.

"Prinsip kerja sama persis dengan Ducati. Cuma beda pada mekanisme penggerak rocker arm. Kalau Ducati menggunakan empat rocker arm untuk menggerakkan 4 bubungan kem, saya memodifikasi hanya 2 pelatuk untuk sistem kerjanya. Sehingga lebih efisien dalam menempatkan pelatuk klep," buka bapak pengapian tanpa magnet ini.

Noken as sebagai jantung alias pemompa bahan bakan menuju silinder, memiliki ubahan yang frontal. Baik dari bentuk maupun konstruksi. Konstruksi standar yang memiliki dua bubunngan diubah menjadi empat bubungan. Sebab dalam menggerakkan satu klep melalui dua gerakan.
Jadi, bumbungan kem satu untuk membukanya klep. Satunya lagi untuk menutup klep. Karena ada dua klep (in dan ex) makanya ada 4 bubungan.

Rocker arm merupakan penunjang gerak klep dari noken as tadi. Fungsinya vital, sebagai lengan penghubung gerak klep. Komponen asli sepatu klep ini otomatis tidak bisa dipergunakan lagi. Sebagai gantinya Bobeng mengakali dengan membuat sendiri rocker arm handmade.

"Bahannya dari shift gigi botol rasio. Diubah sesuai mekanisme tonjolan kem. Dengan material ini, rocker arm dipastikan akan jadi lebih paten dan kuat," yakin pria 54 tahun ini.

BLOK HEAD

Konstruksi yang sedikit rumit dan besar mengakibatkan bentuk bagian dalam head silinder mengalami ubahan sesuai dengan mekanisme penggerak di dalamnya. Yang paling terlihat adalah pada bagian dudukan rocker arm, sebab bentuknya sudah berubah.

Termasuk pada mekanisme setelan klep yang memiliki dimensi jumbo. Makanya tutup klep asli sudah tergusur tutup klep aluminium variasi. "Selain sesuai dengan desain konstruksi kerja mesin bagian dalam, tutup klep ini juga berfungsi sebagai pendingin mesin," papar mekanik mangkal di Jl. Martadireja 1/789, Purwokerto, Jawa Tengah.

Per pembalik klep diganti lebih lentur, ditekan dengan dua jari sudah bisa langsung rapat dan renggang tanpa perlu tenaga. Namun mekanisme yang riskan oblak adalah pada bagian dudukan klep. Sebab bagian ini memang akan terus-menerus bekerja dengan kecepatan tinggi dan akurat.

Makanya Bobeng membuat sitting klep sendiri dari besi cor. Bagian atas dan bawah juga sudah mempunyai setelan kerenggangan yang masing-masing bisa disetel manual. Sebab pelatuk klepnya harus rapat dengan clereance detail agar tidak oblak. (motorplus.otomotifnet.com)
DATA MODIFIKASI
Ban: FDR 90/80-17
Pelek: TDR
Sok: Daytona
Karbu: PE 28
Piston: Izumi
Knalpot: Custom
Bobeng Motor: 0815-6795-037
Penulis : Andika | Teks Editor : Nurfil | Foto : Andika

Honda BeAt 2010, Kampiun Kelas 130cc Patok Kompresi 12,7 : 1

Rasio kompresi penentu power mesin. Makin gede rasio kompresi didapat power besar. Namun harus ditunjang bahan bakar oktan tinggi. Seperti Honda BeAT pacuan M. Adi Sucipto dari tim Kawahara JP Racing, kampiun satu kelas 130 cc pemula di Indonesian Super Matic Race Seri 4 Malang lalu (28/11).

Di Sirkuit Tugu lalu, diseting kompresi 12,7 : 1. Ini kompresi maksimal atau paling tinggi karena terbatas penggunaan bahan bakar. “Wajib bahan bakar SPBU lokal. Maksimal Pertamax Plus,” jelas Alvin, mekanik yang mengorek.

Kompresi tercipta dari ubahan di sektor mesin. Pakai piston Izumi tipe high dome diameter 54,4. Namun sisi samping piston dibuat mendem 1 mm. Supaya punya endurance tinggi karena harus menempuh 15 lap setiap race-nya.

Begitupun sektor kepala silinder. Alasan serupa Alvin hanya memapas head sekitar 0,5 mm. Sebab, kalau lebih kompresi juga akan naik lagi.

Namun pada seri final (11-12/12) di Sirkuit Jl. Pahlawan, Tabanan, Bali, BeAT kelir biru ini hanya podium 3. Karena hanya ada Pertamax. Gak ada Pertamax Plus.

Kembali soal kapasitas silinder. “Kini dengan diameter piston 54,4 mm, volume silinder sekarang bengkak jadi 127,3 cc,” jelas Alvin yang aslinya punya bengkel di di Jl. Raya Jombang, Perigi Lama, Bintaro, Tangerang Selatan.

“Bicara seting mengacu pada regulasi yang sudah ditetapkan. Tahu sendiri, kelas 130 cc standar enggak banyak ubahan. Jadi, cuma kemampuan meracik mesin kuncinya,” ungkap Alvin yang aslinya mekanik S2M Kaka Putera Perdana.

Di kelas standar pemula, diameter klep tidak diubah dan masih andalkan part standar. Kini, kedua klep in dan out buka tutupnya diatur kem yang sudah dimodifikasi bubunganannya.

Klep isap (in) durasinya sekitar 271 derajat. Sedangkan untuk klep buang (ex) durasinya 272 derajat. Hitungan ini agar nafas BeAT tetap ada demi mengejar peak power putaran atas.

Bermain kelas standar, karburator kudu tetap pakai standar. Yang boleh cuma kilik aliran debit gas bakar lewat spuyer. Coba bermain aman dengan setingan basah. Pilot-jet dipatok pada angka 42 sedangkan main-jet masih tetap mengandalkan spuyer standar yaitu 100.

Sip. (motorplus-online.com)

PAKAI ROLLER 8 GRAM RATA

Beralih ke seting seputar CVT. Lagi-lagi, tidak banyak ubahan yang dilakukan. Penggantian hanya sebatas roller. Dari setingan yang dilakukan di sirkuit ini, pria berumur 31 tahun ini mengaku menggunakan ukuran 8 gram rata.

“Awalnya pakai yang 7 gram. Tapi, lihat lay-out sirkuit Tugu karakter high speed di trek lurus dikombinasi tikungan patah yang mengharuskan bermanuver lebih pelan. Pilihan yang tepat adalah roller Kawahara 8 gram rata,” imbuh pria asli Betawi ini.

Katanya putaran atas tidak terlalu dipikirkan. Yang penting, putaran bawah meluncur lebih cepat. Sehingga, mudah melesat keluar tikungan! Gasssss!

DATA MODIFIKASI
Ban depan : Indotire 80/90-14
Ban belakang : Indotire 90/90-14
Knalpot : Standar bobokan
Sok belakang : YSS
Pelumas : Federal Oil
Penulis : KR15 | Teks Editor : Nurfil | Foto : Ade, GT

Modifikasi Yamaha Jupiter-Z 2009 (Bandung)

Yamaha Jupiter-Z, Tidak Liar Di RPM Rendah

Kalau saja Agus Budi Susanto tidak keluar dari format, mungkin Asep Kancil tak pernah menapaki podium kehormatan di setiap seri MotoPrix kelas MP1. Mekanik asli Klaten ini berani mematok durasi kem gede pada Yamaha Jupiter-Z andalan tim Yamaha SND KYT FDR. Durasi kem mencapai 278 derajat.

Padahal, lazimnya mekanik menerapkan durasi kem rata-rata 270 derajat. Durasi kem lebar di Jupiter-Z ini, membuat motor lemot di kitiran mesin rpm rendah. Tapi, galak di putaran atas. “Ini sengaja. Biar motor tidak liar di rpm rendah. Sehingga gampang dikendalikan,” tegas lulusan Politeknik PPKP Yogyakarta.

Alasannya, Asep Kancil pembalap belia. Posturnya imut dan baru naik seeded. Sehingga, perlu motor yang gampang untuk adaptasi. Makanya, power motor dibikin tidak garang, sehingga lebih gampang dikangkangi.

Durasi ini didapat dari klep isap membuka 38 sebelum TMA (Titik Mati Atas) dan menutup 60 setelah TMB. Artinya, pada saat piston melakukan langkah kompresi baru mulai di angka 60.

Dengan begitu, kompresi bersih hanya sedikit. Motor memang jadi kelihatan ngok alias tak bertenaga di rpm rendah. Untuk klep buang juga buka-tutup dibikin sama durasinya dengan klep isap. LSA juga kecil.

Suplai gas bakar mengandalkan karburator Keihin PWK 24. Diisi pilot dan main-jet 68/115. Lumayan besar. “Biar bahan bakar lebih melimpah. Selain mengimbangi durasi kem gede, mesin pun jadi lebih adem,” tambah suami Nina Agustin ini.

Suplai bensol biru melimpah, Agus pun berani mematok kompresi tinggi. Tepatnya di angka 13,4 : 1. Tapi, setingan mesin seperti ini bukan tanpa kendala. Karena tenaga bawah dikorbankan, maka pembalap harus jago menggantung rpm. Tentu ada maksud en tujuanya. Yakni, agar tenaga tidak drop saat masuk dan keluar tikungan.

Tapi, Asep Kancil terbukti mampu menjinakkannya. Naik podium di setiap seri MP di musim 2011 ini. Mulai seri I di Serang hingga seri IV Kenjeran lalu, selalu menjadi juara. Tidak heran, jika klasemen sementara MotoPrix masih dipegang pembalap asli Jawa Barat ini. Semua memang berawal dari durasi kem besar! (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Klep: Sonic
Busi: Denso IU27
CDI: Rextor Monster
Ban: Corsa


Penulis : Ipunk | Teks Editor : Nurfil | Foto : Candra, Yudi

Modifikasi Yamaha Jupiter-Z 2006

Yamaha Jupiter-Z 2006, Rahasia Pemula Privateer

Di final kelas bebek 115 cc tune-up pemula, Yamaha Cup Race Medan akhir Maret lalu, M. Iqbal Gatra begitu perkasa. Ia jawara di kelas itu tanpa perlawanan. Pembalap berikutnya, jauh diasapi oleh pembalap W2 Tapak Lapan Racing Team yang berasal dari Pekanbaru, Riau ini.

Apa yang menjadi rahasia pembalap privateer ini sehingga bisa mengalahkan pemula lain yang disupport pabrikan dan produsen variasi racing lainnya? “Semangat dan riset. Walau modal pas-pasan,” jelas M. Iqbal Gatra usai meraih podium.

Ia menyerahkan urusan korek mesin kepada mekaniknya, Herman dari Golden Racing Team. “Basic mesinnya dibikin mekanik Jogja, Mas Anto,” jujur Herman.

Walau begitu, tidak murni 100 persen mesin ini korekan mekanik Jawa. Herman pun turut ambil bagian dalam melakukan penyesuaian racikan yang sudah ada. “Untuk bagian dalam, seperti gir rasio Anto yang bikin. Untuk desain silinder head, kompresi saya yang seting,” ulas mekanik beralamat di Jl. Angkasa, Pekanbaru.

Saat ajang OMR Yamaha dan MotoPrix Region 1 di tempat yang sama, Lanud Polonia Medan, motor milik M. Iqbal Gatra tidak terkejar. “Sayang saat di MotoPrix, sudah masuk tikungan terakhir. Saat itu, posisi nomor satu, eh...melebar. akhirnya masuk podium 4,” kenang Herman.

Kombinasi kompresi tinggi 13,8 :1 dan kem berdurasi 290 derajat. jadi kuncian. “Kepala silinder sedikit diubah dengan penggunaan klep ukuran 26 mm (in) dan 23 mm (out). Lubang klep dimodif, biar klep mendem sampai 1,5 mm,” jelasnya. Setelan begini tenaga rata,” kata Herman tanpa menjelaskan dari berapa milimeter klep mengangkat, tanda durasi dihitung.

Bermodal itu, ubahan kem yang dilakukan, LSA di kisaran 105 derajat, dengan putaran bisa mencapai 14.000 rpm. “Tapi, di putaran 6.000 power sudah dapat,” katanya mantap.

Mengimbangi kompresi yang tinggi, setingan pengapian dibikin mundur. Dari normal 34 derajat menjadi 32 derajat. Selain itu juga, spuyer diperbesar menjadi 170 main-jet dan 37,5 pilot-jet. “Awalnya pakai main-jet 165, tapi sepertinya terlalu kering dan memang tidak sesuai karakter gaya balap Iqbal,” tegasnya. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Ban depan : Battlax 120/60-17
Ban belakang : Battlax 140/70-17
Knalpot : Suzuki GSX 400
CDI : Rextor
Penulis : Hend | Teks Editor : Nurfil | Foto : Hendra
Rabu, 23 Maret 2011 13:01 WIB
Modifikasi Yamaha Jupiter-Z 2010

Yamaha Jupiter-Z 2010, Turun Spek Tapi Juara MP5

Di seri 2 MotoPrix region 2, Minggu lalu yang pentas di Parkir PRJ Kemayoran, Jakarta Pusat, mewajibkan penggunaan Pertamax Plus. Berlaku untuk kelas MP5 dan MP6 pemula.

Ini yang membuat mekanik harus menurukan spek motor korekan mereka. Seperti yang dilakukan Sri Hartanto alias Gandoel pada Yamaha Jupiter-Z pacuan Rheza Danica dari Yamaha Rextor GRM.

Namun meski turun spek, hasilnya mengejutkan. Jupiter-Z yang dipacu Rheza juara 1 kelas bebek 125 cc standar pemula alias MP5.

Yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar, sudah tentu rasio kompresi. Harus turun tajam. Pertamax Plus punya oktan 95 maksimal rasio kompresi berada di bawah 12,8 : 1.

Namun Gandhoel lebih suka memilih cara aman. “Kira-kira rasio kompresi hanya dipatok 12,6 : 1,” jelas Gandhoel yang berarti punya makna bergantung. He..he... bener kan mas?

Cara mengukur rasio kompresi versi Gandhoel cukup dari volume ruang bakar. Tekniknya menggunakan buret. Sedangkan kapasitas silinder hanya dari hitungan rumus semata.

Seperti biasa, rasio kompresi didapat dari volume ruang bakar ditambah volume silinder. Baru kemudian hasilnya dibagi volume ruang bakar.

Penyesuaian lain yang dilakukan pria beken di balap ini yaitu timing pengapian. Dibuat lebih dekat TMA. Istilahnya dibikin lebih retard.

Timing pengapian ada hubungan dengan penggunaan bahan bakar. Makin tinggi angka oktanya, akan semakin tahan kompresi. Butuh penyalaan yang lebih awal atau lebih lama.

Asalnya menggunakan bensol dengan angka oktan berada di rentang 105-110. Butuh waktu penyalaan lebih awal atau lebih lama sebelum TMA (Titik Mati Atas) alias top. “Waktu penyalaan api busi dibuat 37 sebelum TMA,” jelas pria yang mengaku punya nama panjang sekali itu.

Namun begitu menggunakan Pertamax Plus yang punya angka oktan lebih rendah, timing pengapian juga ikut dibikin lebih mundur. “Atau waktu penyalaan dibuat jadi lebih singkat. Dekat dengan TMA,” teori Gandhoel.

Akhirnya oleh Gandhoel, seting pengapian dibuat mundur 2 derajat. Timing tertinggi mulai 9.500 rpm dipatok 35°. Makin ke atas dibuat lebih rendah lagi.

Namun konsekuensi penurunan spek, bagaimana pun akan mengurangi performa motor. “Powernya lebih gede menggunakan bensol,” jelas Rheza yang punya bapak bernama Dendit Wibowo itu.

Makanya pada lap-lap awal, hanya berada di posisi ke dua. Namun karena kompresi rendah dan ditunjang gaya balap Rheza mampu menikung lebih sempit, akhirnya bisa juara 1.

Selamat!


Karbu standar direamer sampai habis
Spuyer Naik

Regulasi lama, boleh mereamer karburator standar. Asalkan tidak diganti, silakan direamer sampai abis, tapi gak boleh bolong.

Gandhoel mereamer abis karburator. Sampai skep juga menggunakan buatan dewek alias custom. “Ukurannya lupa, pokoknya lubang skep dikikis sampai tipis sekali,” jujur bapak yang hidupnya bergantung pada sponsor.

Untuk spuyernya juga harus diganti sesuai bahan bakar Pertamax Plus. Asalnya menggunakan bensol main-jet 100, kini dibikin 102. Bagitu pun pilot jet ikut naik 1 step dari sebelumnya.

DATA MODIFIKASI
Ban : Corsa
Pelek : Takasago 1,60-17
Kampas kopling : FR
Knalpot : Custom
CDI : Rextor
Penulis : Aong | Teks Editor : Nurfil | Foto : Yudi, GT
Rabu, 02 Maret 2011 10:15 WIB
Modifikasi Honda BeAt 2010

Modif Honda BeAt 2010, Bermain Di LSA 101 Derajat

Angka 101º untuk Lobe Separation Angle (LSA), tergolong sempit. Padahal, biasanya para tunner balap menerapkan sudut bumbungan kem isap dan buang di angka 103 - 108º. Besarnya angka LSA ini mempengaruhi karakter mesin.

LSA sempit ditujukan buat mengail power di putaran atas. Berbeda jika terapkan LSA lebar. Maka, power bawah mudah dikail. “Untuk Honda BeAT yang ditunggangi M. Nurgianto, cocoknya pakai LSA sempit. Cukup 101º,” bilang Erwin Oei, tunner pembuat mesin BeAT kelir pink yang turun di kelas Superstar di ajang Indonesian Super Matic Race, seri Bali itu.

Apalagi karakter balap racer akrab disapa Anto itu, suka rolling speed di tikungan. So, gantung gas, rpm di tahan di putaran tinggi. Karakter mesin yang ditawarkan, sesuai keinginan Anto.

Begitu juga karakter standar BeAT yang memang memanjakan torsi di putaran bawah. Jadi, tugas Erwin cukup mencari tambahan power buat putaran atas. Tenaga atasnya jalan terus. Tapi, ditikungan. rpm enggak boleh drop banget.

Permainan LSA didapat dari racikan noken as Kawahara. Durasi klep isap dan buang dibuat beda. Buat klep in, durasi dipatok di angka 257º. Sedang klep isap, 258º.

Hitungannya, klep in membuka 29º sebelum TMA (Titik Mati Atas) dan menutup 48º sebelum Titik Mati Bawah (TMB). Buat klep buang, “Klep ex membuka 52º sebelum TMB dan menutup 26º setelah TMA,” bilang tunner akrab dipanggil Akiang ini.

Dari puncak klep isap bermain di angka 99,5º. Sedang klep buang, puncak bubungan tercipta pada 103º. Digabung keduanya, lalu bagi 2. Hasilnya, 99,5º + 103º : 2 = 101,25º. Dibulatkan, jadi 101º. Klep Honda Sonic dipilih buat dukung karakter. Tapi Klep buang dibuat jadi 23 mm yang dari yang 24 mm. "Matik nggak pakai perseneling, jadi butuh rpm stabil dan cepat. Menurunkan ukuran diameter klep buang, aliran gas bakar lebih sesuai,” aku pria gape ubah sitting klep ini.

Piston gompal bikin mesin drop di akhir lap (kiri). LSA kem sempit ditemani klep 28 mm/ 23 mm (kanan)

PISTON GOMPAL

Sayang, pertarungan seru antara Anto dengan Owie Nurhuda harus diakhir kendala teknis. Pembalap yang membawa nama tim Connection Kawahara ini harus puas di podium dua. Owie yang juga rekan setimnya mampu berdiri di podium utama.

Penyebabnya, piston Izumi 54,4 mm yang digebuk kompresi 12,1 : 1 itu gompal di bagian bibir klep in dan ex. “Mungkin papasnya agak ketipisan. Selain itu juga mungkin karena dipaksa terus bermain hingga 4 race. Apalagi sudah setahun belum diganti piston,” bilang Akiang sembari bilang baru tahu piston gompal setelah scrut. Tapi, setidaknya usaha yang dilakukan sudah cukup keras. Terlebih, Anto masih mampu untuk melewati garis finish. (motorplus.otomotifnet.com)
Penulis : Eka | Teks Editor : Nurfil | Foto : Boyo, Adhek
Kamis, 17 Februari 2011 10:42 WIB
Modifikasi Yamaha Jupiter-Z 2011

Modif Jupiter Z Juara MP1, Piston Lebih Ringan 5 Gram

Piston forging punya bobot lebih ringan ketimbang piston biasa. Part ini juga yang menjadi andalan di Yamaha Jupiter-Z pacuan Diaz Kumoro Djati. Dengan berat part penggebuk kompresi ruang bakar yang lebih ringan, mesin juga mendapat perlakukan sama.

Piston berdiameter 55,25 mm yang disupport merek TDR selaku sponsor tim, podium pertama di kelas MP1 di MotoPrix Region II seri awal ini pun mudah diraih pembalap Yamaha TDR FDR Federal Oil NHK Yonk Jaya itu.

Menurut Heru ‘Kate’ Hardiyanto selaku tunner tim yang bermarkas di Bandung, Jawa Barat itu selisih bobot berkurang sekitar 5 gram. “Meski hanya sekitar 5 gram, tapi itu sudah bisa pengaruhi kinerja mesin,” jelas pria ramah itu.

Putaran mesin, terutama sejak putaran bawah lebih mudah dikail. Begitu juga untuk putaran atas. Rpm, mesin jadi bisa bermain sedikit lebih tinggi.

Ada kelebihan lain soal aplikasi piston ini. Menurut pria asal Jogja ini, suhu mesin cenderung lebih stabil dan adem. “Karena bobot ringan, mesin jadi tidak bekerja lebih seperti pakai piston biasa,” bilangnya.

Iya dong, kruk as tidak perlu keluarkan tenaga ekstra buat mendorong dan menarik piston. Kondisi ini menguntungkan, karena performa mesin tetap terjaga. Akhirnya power mesin tidak banyak turun meski dipakai lebih dari 10 putaran.

Tapi, tidak banyak penyesuaian yang dilakukan dalam aplikasi piston yang dibuat model tempa itu. Terutama jika bicara soal kompresi mesin. Sebab, tidak seperti piston sebelumnya, piston forging ini memiliki dome cukup pendek. Kondisi ini yang membuat kompresi tidak dimainkan terlalu tinggi. Tapi, cukup 13,5 : 1.

Enteng lho! (motorplus-online.com)

PATOK DURASI 270º


Buat imbangi kinerja mesin ringan, magnet juga ikut disentuh. Kali ini, Heru mengandalkan besi lempengan yang diubah jadi rotor alias magnet. “Beratnya, 475 gram dengan balancer 350 gram,” ungkapnya.

Kondisi ini membuat mesin memiliki torsi lebih besar. Apalagi, seting didukung kem durasi 270º dengan LSA (Lobe Separation Angle) 105º. Lalu, kepala silinder dijejali diameter payung klep 29 mm/ 24 mm. Klep dari merek EE yang dikecilkan lagi diameternya. Semburan bahan bakar didukung karburator Keihin PWK 28 mm. Main-jet diseting 112 dan pilot-jet cukup besar, yaitu 62. “Karena power motor enteng, jadi butuh masukan sedikit besar di putaran bawahnya,” tutup Heru yang alumnus fakultas Pertanian UPN Jojga 1990 itu.

DATA MODIFIKASI
Ban : Corsa 90/80-17
Klep : EE
Sok belakang : YSS
Knalpot : Yonk Jaya
Penulis : Eka | Teks Editor : Nurfil | Foto : Yudi
Jumat, 18 Februari 2011 10:51 WIB
Modifikasi Yamaha Jupiter Z

Modif Yamaha Jupiter Z Juara MP2, Kejar Putaran Bawah


Sirkuit
Stadion Maulana Yusuf yang jadi hajatan pembuka MotoPrix Region II, banyak menawarkan tikungan patah-patah. Tapi, enggak sampai pinggang patah buat menaklukannya. Karakter ini, coba diimbangi Yamaha Jupiter-Z MP2 pacuan Asep ‘Kancil’ Maulana.

Sirkuit patah-patah karakter balap MP, bikin Jupiter-Z ini mengejar putaran bawah-menengah. “Jadi power mesin lebih siap dipakai jelang keluar tikungan,” ujar Agus Budi Susanto yang meracik pacuan Asep Kancil yang gabung di tim Yamaha SND KYT FDR FIM.

Buat mencipta karakter power seperti itu, banyak part yang diunggulkan. Terutama, dari permainan durasi kem. Putaran bumbungan kem dibuat menjadi 275º (in) dan 280º (ex). Lalu, LSA (Lobe Separation Angle) main di 104º.

Dari karakter LSA yang ditawarkan, 104º tergolong bermain sedang. Artinya, lebih cenderung membiarkan power bermain di putaran bawah-menengah. Sehingga, karakter ini yang diharapkan jadi kekuatan mesin dan gaya balap Asep.

Begitunya durasi dan LSA itu ditemani klep milik Honda Sonic. Tapi, diameter payung klep diperkecil lagi. Aslinya 28/ 24 mm, tapi buat mengimbangi piston FIM diameter 52 mm, klep dibuat menjadi 26/ 23 mm. “Sebelumnya coba bertahan di 24 mm. Tapi power yang keluar malah agak kurang galak di bawah,” bilang pemegang gelar Diploma 3 jurusan Otomotif TPKP Jogja.

Apalagi, kompresi mesin diseting hanya bermain di 13,8 : 1. Rasio kompresi ini juga didukung dari pemapasan kepala silinder sekitar 0,3 mm. “Bahan bakar cukup pakai bensol biru saja,” kata tunner yang baru memulai karirnya tiga tahun lalu ini.(motorplus-online.com)

SETING PENGAPIAN

Menemani permainan putaran bawah yang diterapkan, Agus pun coba memaksimalkan lewat ubahan di sektor pengapian. Mengandalkan magnet Yamaha YZ125, magnet dibuat model basah.

Sebagai otak pengapian dipakai CDI Rextor Monster. Tapi, timing dibuat tidak terlalu tinggi. Tertingi diseting 36º di 9.000 rpm dengan pulser 15º sebelum Titik Mati Atas (TMA). Begitunya limiter di CDI bercasing merah ini dipatok di 14.000 rpm.

Karburator Mikuni TM 24 mm juga diandalkan buat dongkrak putaran bawah. Kombinasi main-jet 130 dan pilot-jet 25 membuat kebutuhan jadi terpenuhi. “Dari merek yang lain, karburator ini lebih spontan buat dukung akselerasi putaran bawah,” aku tunner kelahiran Klaten, Jawa Tengah ini.

DATA MODIFIKASI
Ban : Corsa 90/80-17
Disk brake : Daytona
Sok belakang : YSS
Gas spontan : Daytona
Knalpot : SND
Penulis : Eka | Teks Editor : Nurfil | Foto : Yudi
Rabu, 16 Februari 2011 15:58 WIB
Modifikasi Honda Supra X 125

Modif Honda Supra X 125, Torsi Lembut Juara MP3

Sirkuit Stadion Maulana Yusuf Serang dianggap patah-patah oleh Wahyu Iod. Makanya, mekanik Honda Aries Putra NHK M150 Rextor ini seting torsi yang lembut di Honda Supra X 125 pacuan Sulung Giwa.

Torsi yang lembut dimaksudkan agar motor tidak liar dan mudah dikendalikan. “Intinya korekan mesin diseting agar punya torsi yang cukup namun power besar,” jelas Wahyu yang asli Jogja itu. Power gede dibutuhkan karena trek lurus mencapai 246 meter.

Agar torsi lembut namun power gede ada beberapa yang diakali. Seperti lubang isap dibuat besar. “Meski klep isap maksimal menggunakan ukuran 26 mm, namun lubang isap dibuat gede yaitu 24 mm,” cocor Wahyu. Untuk ukuran lubang buangnya 22 mm.

Cara lain untuk melembutkan torsi juga ditempuh. Yaitu dengan mematok lubang isap yang pendek. “Jarak dari karet manifod sampai klep hanya 18 cm. Kalau mau torsi yang gede tinggal ganti leher angsa yang panjang,” teori Wahyu dengan logat Jawa.

Untuk menjinakkan torsi juga bisa ditempuh dengan mengatur bubungan kem. “Yaitu LSA (Lobe Sparation Angle) atau sudut antara puncak bubungan kem isap dan buang dibikin sempit, diset jadi 102º. Sebaliknya kalau mau torsi gede tinggal memperbesar LSA jadi 105º,” teori Wahyu.

Begitupun untuk lift kem, dibuat hanya 9,2 mm. Kalau mau power gede lagi bisa dibuat sampai 9,5 mm. “Sebenarnya semua setingan ini ada hubungan dengan kompresi, panjang lubang inlet, kem dan derajat pengapian,” wanti Wahyu yang mematok rasio kompresi 16 : 1. Tinggi amat ya?(motorplus-online.com)

ENAK ROLLING SPEED

Honda Supra X 125 identik dengan rangka yang berat dan susah dibuat manuver. Tetapi di Supra X 125 pacuan Sulung ini beda karena disokong seting mesin yang lembut itu.

Pada saat mau keluar tikungan justru ban seperti menempel ke aspal. “Jadinya rolling speed lebih cepat keluar dari tikungan,” analisis Sulung Giwa yang berbadan kurus itu.

Ini juga ada hubungan dengan penggunaan karburator Mikuni Sudco. Serta hasil pengukuran AFR (Air Fuel Ratio). Perbadingan udara dan bahan bakar yaitu 13 molekul udara yang masuk dan 1 molekul bensol. Atau biasa dibilang AFR 13 : 1.

Seting menggunakan AFR berguna juga untuk ketahanan motor. Mesin tidak terlalu panas karena kekeringan. Sebaliknya, mesin juga tidak mbrebet kebanyakan bensin.

DATA MODIFIKASI
Ban depan : Corsa VR46 90/8017
Pelek : Takasago Excel Asia
Karburator: Mikuni Sudco
Pilot dan main-jet: 30-150
Penulis : Aong | Teks Editor : Nurfil | Foto : M. David, Yudi

Kamis, 21 Juli 2011 14:29 WIB
Modifikasi Honda Blade 2010 (Tangerang)

Honda Blade, Buat Harian Sudah 170 CC

Memperbesar volume silinder cara mudah dongkrak tenaga mesin. Seperti dilakukan Bang Jay dari Eka Jaya Motor. Dia melakukan bore up dan stroke up di Honda Blade milik Andre Gayung dari Cimone, Tangerang.

Karena motor hanya dipakai harian, tampilan mesin ogah ekstrem. Dari luar, maunya kelihatan standar abis. Makanya, mekanik yang punya nama asli Zaenudin itu melakukan trik sendiri.

Seperti ketika stroke up, cukup menggunakan pen piston 3 mm. Otomatis kenaikan stroke total 6 mm. Agar tidak tambah paking blok yang tebal, harus diimbangi penggunaan setang piston pendek.

Cara paling gampang, menggunakan conecting rod milik Honda Grand atau Supra X. Dengan begitu, posisi piston ketika top tetap rata dengan blok walau sudah naik stroke.

Langkah piston standar 55,6 mm di- tambah kenaikan stroke 6 mm. “Total kini langkah piston jadi 62,6 mm,” jelas mekanik dari Poris Paradise, Tangerang ini.

Upaya bore up juga sudah dilakukan. Pakai piston Honda Sonic oversize 100, diameter 59 mm. Alasan penggunaan piston Sonic berdasarkan beberapa pertimbangan.

Pertama, ukurannya yang lebih pendek. Tinggi piston Sonic dan Blade hampir tidak jauh berbeda. Sama dengan piston motor modern. Supaya ringan dan rendah gesekan. Tenaga mesin jadi tidak banyak terbuang percuma.

Selain itu, penggunaan piston Sonic juga tidak banyak yang diubah. “Apalagi lubang pen piston sudah sama-sama 13 mm. Jadinya tidak perlu main bushing,” jelas mekanik asli Medan itu.

Akibat stroke jadi 62,5 mm dan diameter pison jadi 59 mm, maka dapat dihitung kapasitas volume silinder. Kini lumayan, sudah mencapai 170,8 cc. Oke juga dipakai harian.

Untuk mengerjakannya, mekanik yang dulu dapat gelar kontrak paling mahal di road race itu, dalam mengerjakan tidak perlu lama. Selain sudah bidangnya, kini bengkelnya juga sudah dilengkapi dengan peralatan bubut. Termasuk mesin korter dan ganti boring. Juga ada mesin freis dan copy kem.

Selain meningkatkan volume silinder. Cara lain untuk dongkrak tenaga dibarengi dengan menggunakan klep gede. Aplikasi punya Sonic juga. “Klep isap 28 mm dan buang 24 mm,” jelas mekanik yang juga pandai pasang klep besar ini.

Transmisi atau pemindah daya juga diperbaiki. Kopling standar yang asalnya menggunakan model diafragma diganti dengan milik Honda Karisma.

Satu set rumah kopling dan mengkuk serta kampasnya. “Kecuali gir sekunder, tetap menggunakan asli Blade,” jelas mekanik yang tetap tambun walau sibuk banyak orderan itu.

Guna menyesuaikan power yang sudah besar tadi, reduksi gir juga dibenahi. “Sproket depan menggunakan 14 mata dan belakang 35 mata,” jelas Pian, tangan kanan Bang Jay. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI

Karburator: Mikuni TM24
Pilot-jet : 30
Main-jet : 130
Intake manifold : Varro
Eka Jaya Motor : (021) 55703814
Penulis : Aong | Teks Editor : Nurfil | Foto : Yudi

Sabtu, 12 Februari 2011 17:35 WIB
Modifikasi Liaran Honda Karisma

Modif Honda Karisma, 202 cc Dari Tangerang

Zaenudin yang bukan MZ pernah bore up Honda Supra X 125 sampai 183 cc untuk harian. Itu baru step I dan kini bikin step 2 sudah 202 namun tetap bisa diajak untuk daily use. Bukan untuk balap resmi apalagi liaran!

Step 2 diaplikasi di Honda Karisma milik Awaludin dari Kota Bumi, Tangerang. Basic mesinnya sama dengan Supra X 125. Masih pakai piston Honda Tiger yang punya diameter 63,5 mm. “Namun dipilih yang punya lubang pen 13 mm buatan NPP,” jelas Bang Jay yang bos Eka Jaya Motor di Poris Paradise, Tangerang itu.

Proses modifikasi aplikasi seher alias piston 63,5 mm agar masuk di blok silinder dan lubang crankcase sama dengan step 1. Pernah dibahas komplet di MOTOR Plus edisi 619 halaman 8.
Bedanya ini kali Bang Jay menaikkan stroke atau langkah piston. “Namun tidak mau adanya paking tebal di blok silinder. Melainkan tetap menggunakan paking standar,” jelas Bang Jay yang masih tetap aktif di road race dengan pembalap Dendi Khadaffi itu.

Untuk itu, Bang Jay pilih menggunakan setang piston milik Honda Grand. Ukurannya lebih pendek dari setang standar Karisma. “Sehingga langkah piston bisa naik 6 mm tanpa adanya paking,” jelas pria asli Melayu Deli, Medan itu.

Untuk naik stroke, juga tidak mau merusak kruk as. “Maklum motor harian yang suatu ketika pastinya akan dikembalikan lagi standar” jelas Awaludin yang asli Wong Kito, Plembang.

Untuk itu, Bang Jay aplikasi pen stroke 3 mm. Naik-turun, otomatis langkah piston naik 6 mm dari standar. Dipadukan dengan stroke asli yang 57,9 mm + 6 mm. Jadi, stroke totalnya 63,9 mm.

Hitung-hitungan itu bikin setingan motor jadi menguntungkan. Diameter x stroke yaitu 63,5 x 63,9 mm, hampir square. Dengan begitu, tenaga atas-bawah mudah digapai.

Selanjutnya, kapasitas silinder bisa dihitung. Menggunakan volume silinder jadinya 202,3 cc. Wah, setera Tiger.

Namun agar piston tidak mentok head, bagian pinggir kepala piston dipapas 0,4 mm. Pantat seher juga dipapas 5 mm agar tidak mentok bandul kruk as ketika sedang di TMB (Titik Mati Bawah).

Lubang isap dan buang juga diporting ulang. Mengikuti klep yang sudah ganti merek EE 30/25.
Penulis : Aong | Teks Editor : Nurfil | Foto : Indra GT

Tidak ada komentar: