Selasa, 21 Februari 2012

Spuyer Gede Tidak Bikin Kencang

Spuyer Gede Tidak Bikin Kencang

Ada yang menarik dari pertanyaan rubrik bengkel di MOTOR Plus edisi 678. Di Suzuki Shogun 110, kalau setingan karbu pas top speed bisa 125 km/jam. Tapi kalau kucuran bensin diperbesar malah turun jadi 115 km/jam. Fenomena seperti ini memang sedang ramai di kalangan speed lover.

Banyak yang latah, agar motor jadi kencang, spuyer di karburator diperbesar. Ada yang menaikkan satu atau beberapa step dari pilot atau main-jet standar. Apalagi setelah ganti knalpot, banyak yang latah harus naik spuyer.

Padahal di motor 4-tak yang sudah diatur klep buka-tutup lubang isap dan buangnya, kalau cuma ganti knalpot belum tentu spuyer harus naik.

Bahkan bisa saja spuyer asli pabrik juga kalau diturunkan malah bikin motor lebih bertenaga. Ketika itu saya melakukan uji dinotes sekaligus tes AFR. Uji dinotes untuk mengukur power dan torsi yang dihasilkan mesin. Sedangkan tes AFR (Air Fuel Ratio) untuk mengetahui udara dan bensin yang masuk ke dalam silinder. Apakah kebanyakan bensin atau kurang bensin.

Sensor AFR dipasang di perut knalpot. Akan membaca hasil pembakaran, apakah suplai udara dan bahan bakar sudah pas. Dari teori, pembakaran tuntas harus 1 : 14,7. Artinya satu molekul bensin akan terbakar tuntas dengan 14,7 molekul udara.

Jika kebanyakan bensin, misalnya 1 : 12 akan membuat pembakaran tidak sempurna. Kelebihan bensin jadinya pembakaran tidak tuntas. Ledakan juga tidak besar, sehingga dorongan terhadap piston tidak besar. Ujung-ujungnya power jadi ngedrop. Juga membuat asap knalpot jadi hitam karena adanya karbon dari bensin yang tidak terbakar.

Demikian juga sebaliknya. Kalau misalkan 1 : 16, artinya kebanyakan udara dibanding bensin. Bikin pembakaran kurang maksimal dan bikin mesin cepat panas. Malah kalau di motor balap malah bikin cepat jebol.

Berdasar pengalaman dari lapangan, pembakaran yang pas 1 : 13. Artinya 1 molekul bensin terbakar dengan 13 molekul udara. Power besar dan mesin tetap awet tidak gampang jebol.

Dari teori-teori itu, di motor harian standar pabrik pernah saya lakukan uji dinotes sekalian tes AFR. Ketika itu tes di Honda Revo lama. Hasil pengukuran AFR meter campurannya terlalu banyak bensin. Di rpm 4.000 sampai 6.000 AFR-nya 1 : 12,5. Di rpm 6.000 sampai 8.000 AFR 1 : 12. Bisa dikatakan masih kebanyakan bahan bakar. Power maksimal mesin hanya 6,14 dk.

Coba pilot dan main-jet diturun kan 1 step. Powernya malaih naik jadi 6,31 dk. Ini bukti kalau spuyer besar belum tentu power besar. Melihatnya harus dengan pengujian AFR. Atau melihat dari kepala busi. Kalau warnanya kehitaman, menandakan kebanyakan bensin. Sebaliknya kalau kekurangan bensin membuat warna kepala busi jadi putih. Yang pas warnanya merah bata.

Tidak ada komentar: